RSS

Belajar Sambil Bermain Untuk Anak Usia Dini Menurut Pendidikan Islam

Bagaimana pandangan pendidikan Islam terkait belajar sambil bermain untuk anak usia dini? Salah satu pertanyaan yang sampai kepada kami, dari salah seorang teman yang sedang mengajar di sebuah lembaga Islam. Yang mana lembaga tersebut menerapkan sistem mengaji menghafal dan murojaah sambil bermain.

Namun, sebelum kami menjawabnya izinkan kami menyampaikan muqoddimah yang sangat penting. Hari ini konsep belajar sambil bermain telah banyak digunakan oleh lembaga pendidikan di Indonesia.

Kemudian sistem ini merambat masuk ke lembaga pendidikan Islam seperti IT dan SDIT. Menurut mereka cara mengajar seperti ini sangat bagus, alasannya, "Dunia anak-anak memang dunia bermain, jika tidak seperti itu mereka akan bosan!".

Kami katakan, "Ya". Saya juga sepaham dengan kalimat aksioma tersebut. Bermain memang dunia anak-anak. Lantas, apakah mereka harus bermain saat belajar?!

Mari baca pelan-pelan pernyataan-pernyataan di bawah ini yang disampaikan oleh Pakar Sejarah dan Pendidikan Islam, Ustadz Budi Ashari Lc. Kami mengutip tulisan beliau.

Contoh Ulama Besar yang Masa Kecil Tidak Suka Bermain

Setelah Ustadz Budi Ashari LC menjelaskan Muqaddimah secara panjang lebar tentang konsep belajar sambil bermain. Lalu beliau menulis 2 contoh ulama besar yang namanya selalu dikenang di setiap zaman. Mereka berdua adalah Ibnu Jauzi dan Imam an-Nawawi.

Ulama Ibnul jauzi menceritakan sendiri masa kecilnya di kitab Al-Muntadzam fi Tarikh al Umam wal Muluk:

"Sesungguhnya kebanyakan nikmat dari ku bukan karena usahaku, Akan tetapi karena anugerah dari Yang Maha Lembut. Aku ingat bahwa aku ini adalah orang yang memiliki tekad tinggi. Aku berada di Kuttab ketika usia 6 tahun.

Aku ini berteman dekat dengan anak-anak yang sudah besar. Sehingga aku dianugerahi akal yang besar di masa kecilku. Bahkan seingatku saya tidak pernah bermain dengan anak-anak di jalan.

Anak-anak dahulu bermain dengan cara turun ke sungai dan menikmati pemandangan dari atas jembatan. Sedangkan aku di usia tersebut mengambil sebuah juz dari Al Quran dan aku duduk menjauh dari manusia untuk menyembunyikan diri dengan ilmu"

Selanjutnya, berikut biografi Imam An-Nawawi ketika masih kecil seperti yang dituturkan langsung oleh gurunya Syekh Yasin bin Yusuf az-Zarkasyi:

"Aku melihat Muhyiddin An Nawawi saat berusia 10 tahun di Nawa. Saat itu anak-anak kecil lain memaksanya bermain bersama. Tapi An Nawawi menjauhi sambil menangis karena tidak suka dipaksa.

Dia kemudian mengambil al-quran dan membacanya di situasi tersebut. Anak kecil ini diharapkan kelak menjadi orang paling berilmu di zamannya. Kemudian menjadi orang yang paling zuhud dan bermanfaat bagi seluruh manusia". (Tsabaqat Asy Syafiiyyah, As Subki).

Dari kisah kedua ulama besar di atas kita dapat menyimpulkan bahwa ternyata masa kecil mereka tidak suka bermain. Dan mereka lebih menyukai ilmu sejak usia dini.

Walaupun memang bermain terdapat banyak kebaikan. Namun tetap perlu memperhatikan konsep yang jelas sesuai panduan Nabawiyah. Sehingga bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya.

Dan yang paling penting manakala ada anak yang tidak suka dengan dunia permainan. Misalnya ia lebih gemar berlama-lamaan duduk di majelis ahli ilmu, maka seharusnya segera diarahkan untuk meraih kebesarannya di usia dini. Jangan justru memaksa mereka untuk bermain yang sebenarnya tidak ia sukai.

Belajar Sambil Bermain dalam Kacamata Pendidikan Islam

Inilah poin utama dalam pembahasan ini. Dalam sejarah, Islam tidak pernah mengajarkan metode belajar sambil bermain. Dahulu di masa kejayaan Islam, anak-anak usia dini belajarnya di Kuttab. Di Kuttab sendiri tidak ada fasilitas tambahan untuk bermain. Yang ada hanyalah halaman, ruangan belajar, aula atau masjid.

Untuk mengenal lebih dalam, silakan baca: Sejarah Pendidikan Islam Kuttab

Jadi mereka bermain hanya memanfaatkan fasilitas apa adanya. Karena sejak awal Kuttab sudah menekankan konsep adab sebelum ilmu. Ketika bermain maka bermain, ketika belajar maka belajar dengan memperhatikan adab-adab menuntut ilmu.

Bukan ada bermain ketika belajar, namun jika ada pelajaran ketika anak bermain, itu mungkin. Lalu, bagaimana kalau anak anak TK atau SD jenuh? Bosan atau jadi malas?

Bosan, rasa jenuh, tidak tertarik dengan pelajaran, tidak bisa diam dan tidak bisa fokus memang sangat mungkin terjadi pada anak usia dini seperti TK dan SD. Tapi di Kuttab justru mengajarkan bagaimana supaya anak anak bisa melewati rintangan tersebut.

Contoh sederhananya, di lembaga Kuttab Al Fatih saya selalu menanamkan adab-adab menuntut ilmu meskipun mereka masih berusia 5 tahun. Saya juga tidak akan memulai pelajaran sebelum mereka duduk tenang dan bersila. Lalu tangan mereka juga bersedakep di atas paha sebagai tanda siap mendengarkan nasehat gurunya.

Biasanya pertama-tama mereka akan mengeluh pegal pegal dan capek. Akan tetapi satu bulan kemudian mereka akan terbiasa dan sangat mudah sekali untuk duduk tenang. Saya pribadi sudah banyak menshare aktivitas sistem belajar seperti ini berupa tulisan maupun video. Silahkan baca di bawah ini:
Kurikulum Kuttab Al Fatih untuk Generasi Gemilang
Konsep Hukuman dan Ketegasan Untuk Adab Anak

Jadi kesimpulannya dalam Islam tidak ada belajar sambil bermain. Sebagai tambahan, Allah berfirman dalam Qs. Maryam,

يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا

"Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami Berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak." (Qs. Maryam: 12)

Ibnu Katsir menjelaskan maksud Hikmah di sini adalah pemahaman, kesungguhan, ilmu dan tekad untuk menerima kebaikan. Abdullah bin Mubarak berkata: Ma'mar berkata: Saat itu anak-anak kecil berkata kepada Yahya bin Zakariya: Ayo kita bermain. Lalu Yahya menjawab:

Bukan untuk bermain, aku diciptakan.

Ma'mar berkata: Karena itulah Allah menurunkan ayat tersebut.

Baiklah Sekian dari kami pembahasan tentang belajar sambil bermain untuk anak usia dini dalam pandangan pendidikan Islam.

0 komentar:

Posting Komentar